Adab ke kamar kecil

Assalamu’alikum warohmatullohi wabarokatuh

teman teman yang dirahmati Alloh kembali saya lampirkan kutipan yang sangat berharga meski simpel , disebabkan amalanan satu ini jika kita lupa dalam melakukannya padahal ini sangat baik buat kesehatan dan amalan kita semua, silahkan disimak dan semoga bermanfaat bagi yang membacanya, aamiin.

Qiyam Ramadhan

Qiyam Ramadhan

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js

Definis shaum (puasa)

Shaum adalah menahan diri dari perbuatan yang membatalkan semenjak dari terbitnya matahari (fajar) sampai terbenamnya matahari (magrib)

Dibawah ini beberapa keutamana bualan ramadhan, apa saja itu?

Keutamaan Bulan Ramadhan
1. Dari Abu Hurairah ra:

“Rasulullah saw. biasanya memberi kabar gembira kepada para sahabatnya
dengan bersabda: “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang
diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa di dalamnya; pada bulan ini pintupintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat; juga
terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa
tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh apa-apa.”
(H.R. Ahmad dan An Nasa’i).
2. Dari Ubadah bin Ash Shamit, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:

“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, Allah
mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, mengahapus dosadosa dan mengabulkan do’a. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan
2
ini dan Dia membangga-banggakanmu kepada malaikat-Nya, maka tunjukkanlah
kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang-orang yang sengsara
ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini.” (H.R. Ath Thabrani, dan
periwayatnya tsiqah).
3. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Umatku pada bulan Ramadhan diberi lima keutamaan yang tidak diberikan
kepada umat sebelumnya, yaitu: bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di
sisi Allah daripada aroma kasturi, para malaikat memohonkan ampunan bagi
mereka sampai mereka berbuka, Allah Azza Wajalla setiap hari menghiasai
surganya lalu berfirman (kepada surga): “hampir tiba saatnya para hambaku yang
shalih dibebaskan dari beban dan derita serta mereka menuju kepadamu.” Pada
bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga mereka tidak bebas bergerak seperti
pada bulan lainnya, dan diberikan kepada umatku ampunan pada akhir malam.”
Beliau ditanya: “Wahai Rasulullah apakah malam itu lailatul Qadar? Jawab
beliau: “Tidak. Namun orang yang beramal tentu diberi balasannya jika
menyelesaikan amalnya. (HR. Ahmad)

Risalah Baiat

Risalah Baiat

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js

Ba’iat Secara Syar’i Dan Kebiasaan Tidaklah Diberikan Kecuali Kepada Amirul Mukminin Dan Khalifah

B A I A T

Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- bahwa pembahasan masalah baiat merupakan pembahasan yang luas dan panjang lebar. Dibutuhkan penjelasan tentang pengertian baiat menurut istilah yang biasa dikenal, berapa macam-macamnya, apa arti sebenarnya, apa yang dimaksud dengan baiat tersebut, apa hikmah yang terkandung dengan meletakkannya di atas manhaj ini, dengan apa baiat itu wajib, atas siapa baiat diwajibkan, syarat-syarat sempurnanya baiat, serta dengan apa baiat itu rusak.[1]

Karena pembahasannya besar dan pelik sekali, maka kami akan meringkasnya pada dua permasalahan penting yang menjadikan kebingungan dan perselisihan yang dahsyat atas kaum muslimin, yaitu : “Kepada siapakah baiat itu wajib ? Apakah baiat itu boleh kepada setiap individu?”. Adapun masalah-masalah yang lain bukan di sini tempatnya untuk membahasnya.

Kami mulai pembahasan ini dengan definisi baiat secara etimologi maupun terminologi.

Baiat secara bahasa (etimologi)

Ialah berjabat tangan atas terjadinya jual beli, dan untuk berjanji setia dan taat. Baiat juga mempunyai arti : janji setia dan taat. Dan kalimat “qad tabaa ya’uu ‘ala al-amri” seperti ucapanmu (mereka saling berjanji atas sesuatu perkara). Dan mempunyai arti : “shofaquu ‘alaihi” (membuat perjanjian dengannya). Kata-kata “baaya’tahu” berasal dari kata “al-baiy’u” dan “al-baiy’atu” demikian pula kata “al-tabaaya’u”. Dalam suatu hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

‘Ala tubaa yi’uunii ‘ala al-islami’ “Maukah kalian membaiatku di atas Islam”

Hadits di atas seperti suatu ungkapan dari suatu perjanjian. seakan-akan masing-masing dari keduanya menjual apa yang ada padanya dari saudaranya dengan memberikan ketulusan jiwa, ketaatan dan rahasianya kepada orang tersebut. Dan telah berulang-ulang penyebutan kata baiat di dalam hadits.[2]

Bai’at Secara Istilah (Terminologi).

“Berjanji untuk taat”. Seakan-akan orang yang berbaiat memberikan perjanjian kepada amir (pimpinan)nya untuk menerima pandangan tentang masalah dirinya dan urusan-urusan kaum muslimin, tidak akan menentang sedikitpun dan selalu mentaatinya untuk melaksanakan perintah yang dibebankan atasnya baik dalam keadaan suka atau terpaksa.

Jika membaiat seorang amir dan mengikat tali perjanjian, maka manusia meletakkan tangan-tangan mereka pada tangannya (amir) sebagai penguat perjanjian, sehingga menyerupai perbuatan penjual dan pembeli, maka dinamakanlah baiat yaitu isim masdar dari kata baa ‘a, dan jadilah baiat secara bahasa dan secara ketetapan syari’at.[3]

Dan ba’iat itu secara syar’i maupun kebiasaan tidaklah diberikan kecuali kepada amirul mukminin dan khalifah kaum muslimin. Karena orang yang meneliti dengan cermat kenyataan yang ada baiat masyarakat kepada kepala negaranya, dia akan mendapati bahwa baiat itu terjadi untuk kepala negara[4]. Dan pokok dari pembaiatan hendaknya setelah ada musyawarah dari sebagian besar kaum muslimin dan menurut pemilihan ahlul halli wal ‘aqdi. Sedang baiat selainnya tidak dianggap sah kecuali jika mengikuti baiat mereka [5]

Banyak sekali hadits-hadits yang menerangkan/membicarakan tentang baiat, baik yang berisi aturan untuk berbaiat maupun ancaman bagi yang meninggalkannya.[6] Berupa hadits-hadits yang sulit untuk menghitung maupun menelitinya. Tetapi yang disepakati ialah bahwa baiat yang terdapat di dalam hadits-hadits ialah baiat kolektif dan tidak diberikan kecuali kepada pemimpin muslim yang tinggal di bumi dan menegakkan khilafah (pemerintah) Islam sesuai dengan manhaj kenabian yang penuh dengan berkah [7]

Dibawah ini saya bawakan ayat-ayat dan hadits-hadits tentang baiat secara ringkas.

[a]. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Sesungguhnya orang-orang yang bejanji setia kepadamu, mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka siapa yang melanggar janjinya, niscaya akibat melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan siapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberi pahala yang besar” [Al-Fath : 10]

[b]. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)” [Al-Fath : 18]

Di dalam as-Sunnah, diantaranya.

[a] “Siapa mati dan dilehernya tidak ada baiat, maka sungguh dia telah melepas ikatan Islam dari lehernya” [Dikeluarkan oleh Muslim dari Ibnu Umar]

[b]. “Siapa berjanji setia kepada seorang imam dan menyerahkan tangan dan yang disukai hatinya, maka hendaknya dia menaati imam tersebut menurut kemampuannya. Maka jika datang orang lain untuk menentangnya, maka putuslah ikatan yang lain tersebut” [Dikeluarkan oleh Muslim dan Abu Dawud dari Abdillah bin Amr bin Ash]

[c]. “Jika dibaiat dua orang khalifah maka perangilah yang terakhir dari keduanya” [Dikeluarkan oleh Muslim dan Abu Sa’id]

Dan banyak lagi hadits-hadits yang lainnya.

Salah seorang imam yang agung, Ahmad bin Hanbal, imam Ahlu Sunnah wal-Jama’ah ditanya tentang riwayat dari hadits kedua yang tersebut di atas. Di dalamnya terdapat kata imam. Beliau menjawab :”Tahukah kamu, apakah imam itu ? Yaitu kaum muslimin berkumpul atasnya, dan semuanya mengatakan : “Inilah imam”, maka inilah makna imam”[8]

Al-Imam Al-Qurthubi berkata [9] :”Adapun menegakkan dua atau tiga imam dalam satu masa dan dalam satu negeri, maka tidak diperbolehkan menurut ijma”

Kemudian setelah hilangnya kekhalifahan, terjadilah perbedaan yang sangat tajam tentang ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut. Doktor Abdul Muta’al Muhammad Abdul Wahid mengatakan :

“Ketiadaannya imam adalah menjadi sebab munculnya kelompok-kelompok yang mengklaim bahwa dirinyalah yang berhak dibaiat dan menjadi imam. Kelompok-kelompok ini bisa diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yang mendasar, yaitu :

[1]. Kelompok Pertama

Mengatakan : “Sesungguhnya orang yang meninggalkan baiat adalah kafir”. Lalu mereka menetapkan kepemimpinan bagi dirinya. Sedang orang yang tidak membaiatnya adalah kafir menurut pandangan mereka. Ucapan ini tidak benar, sebab Ali bin Abi Thalib -salah seorang yang diberi kabar akan masuk surga- beliau tiadak membaiat Abu Bakar selama kurang lebih setengah tahun[10], dan tidak seorang sahabatpun yang mengatakan tentang kekafirannya selama beliau meninggalkan baiat.

[2]. Kelompok Kedua

Mengatakan :”Sesunguhnya baiat adalah wajib, siapa yang meniggalkannya berarti dosa”. Dari sinilah mereka menetapkan seorang amir bagi diri-diri mereka, sehingga gugurlah dosa-dosa tadi dari mereka ketika membaiatnya. Padahal yang benar adalah bahwa dosa meninggalkan baiat tidak menjadi gugur dengan cara membaiat amir tersebut. Karena baiat yang wajib dan berdosa orang yang meninggalkannya ialah baiat terhadap imam (pemimpin) muslim yang menetap di bumi dan menegakkan khhilafah Islamiyyah dengan syarat-syarat yang benar [11]

[3]. Kelompok Ketiga

Adalah mereka (kaum muslimin) yang tidak membaiat seorangpun.

Mereka mengatakan : “Sesungguhnya meninggalkan baiat adalah berdosa, tetapi baiat adalah hak seorang pemimpin muslim yang tinggal di bumi (walau) kenyataannya tidak ada di masa sekarang”. Menurut keyakinanku, kelompok ketiga inilah yang berada di atas kebenaran” [12]

Dan diantara hal yang menguatkan kebatilan baiat-baiat pengecualian yang merupakan perkara baru tentang baiat kepada Amirul Mukminin -walaupun di kala tidak ada Amirul Mukminin- terdapat dalam keterangan para ulama rahimahullah, yaitu disyariatkan dalam baiat berkumpulnya Ahlul Halli wal Aqdi, lalu mereka membentuk keimanan bagi seorang yang memenuhi syarat-syaratnya [13]

Foote Note.

[1]. Bahjah an-Nufus Syarh Mukhtashar al-Bukhari (I/28), Ibnu Abi Jamrah

[2]. Lisanul Arab al-Muhith (I/299) dan an-Nihayah (I/174)

[3]. Muqaddimah Ibnu Khaldun, hal.299

[4]. Al-Ushul Fikriyyah li al-Tsaqafah al-Islamiyah (2/73) dan Qawaid Nizham al-Hukmi (262), keduanya tulisan al-Kahlidi

[5]. Al-Khilafah … hal.13. Rasyid Ridha

[6]. Lihat Hayah as-Shahabah (I/28-239) dan Miftah Kunuz al-Sunnah, hal. 80-86, dan lain-lain

[7]. Al-Furqan baina al-Kufri wa al-Iman, hal.63, Abdul Muta’al Muhammad Abdul Wahid

[8]. Masa’il al-Imam Ahmad (2/185) riwayat Ibnu Hani’

[9]. Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (I/273). Dan lihat syarh an-Nawawi atas shahih al-Bukhari (12/231)

[10]. Dan ini tidak benar secara mutlak, lihat perinciannya dalam kitab Tahdzir Al-Abqari min Muhadharat al-Khudhari (I/198) karya Al-Syaikh Muhammad al-Arabi al-Tibyani

[11]. Walaupun dia (khilafah) berlaku zhalim. Dan ini adalah madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Sebagaimana dalam kitab Syarh ‘Aqidah al-Thahawiyyah, hal.379

[12]. Al-Furqan Baina al-Kufri wa al-Iman, hal.64, Abdul Muta’al Muhammad Abdul Wahid

[13]. Maatsirul Anafah fi Ma’alim al-Khilafah (I/39) al-Qalqasynadi

Risalah Sihir

Risalah Sihir

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js

RISALAH TENTANG
HUKUM SIHIR DAN PERDUKUNAN
Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz رحمه الله  
HUKUM BEROBAT KEPADA AHLINYA DALAM ISLAM

Dengan memohon pertolongan Allah Ta’ala saya katakan bahwa berobat dibolehkan menurut kesepakatan para ulama. Seorang muslim jika sakit hendaklah berusaha mendatangi dokter yang ahli, baik penyakit dalam, pembedahan, saraf, maupun penyakit luar untuk diperiksa apa penyakit yang dideritanya. Kemudian diobati sesuai dengan obat-obat yang dibolehkan oleh syara’, sebagaimana yang dikenal dalam ilmu kedokteran. Dilihat dari segi sebab dan akibat yang biasa berlaku, hal ini tidak bertentangan dengan ajaran tawakkal kepada Allah dalam Islam. Karena Allah Ta’ala telah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya. Ada di antaranya yang sudah diketahui oleh manusia dan ada yang belum diketahui. Akan tetapi Allah Ta’ala tidak menjadikan penyembuhannya dari sesuatu yang telah diharamkan kepada mereka.

Oleh karena itu tidak dibenarkan bagi orang yang sakit, mendatangi dukun-dukun yang mendakwakan dirinya mengetahui hal-hal ghaib, untuk mengetahui penyakit yang dideritanya. Tidak diperbolehkan pula mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, karena sesuatu yang mereka katakan mengenai hal-hal yang ghaib itu hanya didasarkan atas perkiraan belaka, atau dengan cara mendatangkan jin-jin untuk meminta pertolongan kepada jin-jin tersebut sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Dengan cara demikian dukun-dukun tersebut telah melakukan perbuatan-perbuatan kufur dan sesat.

ARTI ‘ARRAAF DAN KAHIN

Rasulullah صلي الله عليه وسلم   menjelaskan dalam berbagai haditsnya sebagai berikut: Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya:

“Bahwasanya Rasulullah صلي الله عليه وسلم   bersabda: ‘Barangsiapa mendatangi ‘arraaf’[1] (tukang ramal) dan menanyakan sesuatu kepadanya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari.”

“Dari Abu Hurairah رضي الله عنه dari Nabi صلي الله عليه وسلم, beliau bersabda: ‘Barangsiapa yang mendatangi kahin (dukun) dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad صلي الله عليه وسلم .” (HR. Abu Daud).

Dikeluarkan oleh empat Ahlus Sunan[2] dan dishahihkan oleh Hakim, dari Nabi صلي الله عليه وسلم dengan lafadz:

“Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad صلي الله عليه وسلم.”

Dari Imran bin Hushain رضي الله عنه ia berkata: Rasulullah صلي الله عليه وسلم   bersabda:

“Bukan termasuk golongan kami yang melakukan atau meminta tathayyur (menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda, burung dan lain-lain), yang meramal atau yang meminta diramalkan, yang menyihir atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Al-Bazzaar dengan sanad jayyid).

1.     ‘Arraaf ialah orang yang mengaku mengetahui kejadian yang telah lewat, yang bisa menunjukkan barang yang dicuri atau tempat kehilangan barang. Sedangkan Kahin ialah orang yang memberitakan hal-hal gaib yang akan terjadi atau sesuatu yang terkandung dihati.

Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله: “Arraaf, Kahin, Munajjim atau ahli nujum adalah nama yang sama untuk kedua makna diatas (Al-Jami’ul Farid hal.124) (Pentj).

2.     Imam Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah; keempatnya adalah penyusun kitab Sunan. Ibnu Majjah

Belajar Bahasa Inggris

Foregein Culture

https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js

Assalamualaikum kawan kawan bagaimana kabarnya ?

Ini saya ada bagi sedikit link dalam mempelajari bahasa asing terutama bahasa inggris dimana bahas ini merupakan bahasa internasional, silahkan dibaca dan semoga bermanfaat,

jika teman punya bahasan yang bagus apapun itu silahkan di share ya

terimakasih

salam

Sdrtms